Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memahami Understanding by Design (UbD) Tighe & Wiggins dan Penerapannya dalam Kurikulum Merdeka

Memahami Understanding by Design (UbD) Tighe Wiggins dan Penerapannya dalam Kurikulum Merdeka #PPG

 

          Pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam membangun peradaban. Namun, dalam prosesnya, sering kali kita berhadapan dengan pendekatan yang hanya berfokus pada pengisian pengetahuan, tanpa benar-benar mendorong pemahaman mendalam. Understanding by Design (UbD), yang dikembangkan oleh Grant Wiggins dan Jay McTighe, muncul sebagai solusi untuk permasalahan ini. Melalui pendekatan yang sistematis dan berorientasi pada tujuan akhir, UbD membantu para pendidik merancang kurikulum yang memfasilitasi pemahaman yang lebih bermakna dan relevan bagi siswa.

Apa itu Understanding by Design (UbD)?

          Understanding by Design adalah sebuah kerangka kerja perancangan pembelajaran yang berfokus pada tujuan pembelajaran, yang sering kali disebut sebagai pendekatan backward design. Prinsip utama dari UbD adalah bahwa perancangan pembelajaran harus dimulai dengan tujuan akhir yang jelas: apa yang siswa seharusnya pahami dan mampu lakukan setelah menyelesaikan proses pembelajaran? Dengan tujuan yang jelas ini, proses perencanaan kurikulum menjadi lebih terarah, dan semua aktivitas pembelajaran diarahkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. 
          UbD menggeser fokus dari sekadar menyampaikan informasi menjadi mengutamakan pemahaman. Dalam kerangka ini, pembelajaran tidak lagi dilihat sebagai proses memadatkan informasi, tetapi sebagai upaya untuk membantu siswa membangun konsep-konsep inti yang nantinya dapat mereka gunakan dalam situasi nyata. Artinya, siswa tidak hanya menghafal fakta, tetapi memahami bagaimana informasi tersebut berhubungan dengan dunia di sekitar mereka.

Tiga Tahap Utama dalam Understanding by Design. 

UbD memiliki tiga tahap utama dalam proses perancangan pembelajarannya:
  1. Menentukan hasil pembelajaran yang diinginkan
    Tahap pertama dalam UbD adalah menetapkan tujuan pembelajaran. Di sini, guru perlu mendefinisikan secara jelas apa yang siswa harus ketahui dan lakukan pada akhir pembelajaran. Misalnya, jika guru mengajar mata pelajaran sejarah, tujuan pembelajaran mungkin mencakup pemahaman siswa tentang faktor-faktor yang memicu Revolusi Industri dan dampaknya terhadap masyarakat modern. Hasil pembelajaran yang diinginkan harus mencakup konsep-konsep mendalam dan keterampilan kritis yang akan digunakan siswa dalam konteks dunia nyata.
  2. Menyusun bukti penilaian
    Setelah menetapkan hasil pembelajaran, tahap berikutnya adalah merancang bagaimana guru akan mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil yang diinginkan tersebut. Penilaian tidak hanya terbatas pada ujian atau kuis, tetapi juga bisa berupa proyek, presentasi, atau penugasan kreatif lainnya. Sebagai contoh, dalam pembelajaran biologi, guru mungkin menguji pemahaman siswa tentang ekosistem dengan meminta mereka merancang model ekosistem miniatur yang menunjukkan interaksi antara berbagai spesies dan lingkungannya.

  3. Merancang pengalaman pembelajaran yang mendukung tujuan
    Tahap terakhir adalah merancang kegiatan pembelajaran yang akan membawa siswa menuju pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini harus menyokong hasil akhir yang diinginkan dan memberi siswa kesempatan untuk mengembangkan keterampilan yang relevan. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa, untuk tujuan meningkatkan kemampuan berbicara, guru dapat mengajak siswa berpartisipasi dalam debat atau permainan peran, di mana mereka harus menggunakan keterampilan komunikasi dalam situasi yang realistis.

Konsep Dasar Backward Design dalam UbD

          Salah satu aspek paling menarik dari UbD adalah konsep backward design. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang biasanya memulai perencanaan pembelajaran dari materi atau kegiatan yang akan diajarkan, backward design justru dimulai dari hasil yang diinginkan. Dalam artian sederhana, UbD meminta para pendidik untuk memikirkan tujuan akhir—apa yang siswa harus pahami atau capai di akhir pembelajaran—kemudian bekerja mundur untuk merancang langkah-langkah pembelajaran yang mendukung pencapaian tujuan tersebut. 
          Pendekatan ini memungkinkan guru untuk lebih fokus pada esensi dari pembelajaran, yaitu membantu siswa mencapai pemahaman mendalam. Di sini, guru berperan sebagai perancang pengalaman belajar yang kaya, bukan hanya sekadar penyampai informasi. Dengan menggunakan backward design, guru dapat memastikan bahwa setiap aktivitas dalam kelas memiliki tujuan yang jelas dan mendukung hasil pembelajaran yang diinginkan.

Contoh Penerapan UbD di Kelas

Untuk lebih memahami penerapan UbD dalam praktik, mari kita lihat beberapa contoh nyata yang dapat diterapkan di kelas.

Contoh 1: Pembelajaran IPA dengan UbD

          Di kelas sains, seorang guru ingin siswa memahami bagaimana ekosistem berfungsi. Tujuan pembelajaran yang diinginkan adalah agar siswa dapat menjelaskan interaksi antara spesies yang berbeda dalam suatu ekosistem. Untuk penilaian, guru dapat meminta siswa untuk merancang proyek di mana mereka membuat model ekosistem miniatur yang menunjukkan berbagai interaksi biologis.
          Proses pembelajarannya mungkin dimulai dengan pengenalan konsep ekosistem melalui presentasi atau video. Kemudian, siswa mungkin diajak untuk melakukan penelitian lapangan di taman atau kebun sekolah untuk mengamati interaksi antara tumbuhan dan hewan. Aktivitas-aktivitas ini bertujuan untuk membantu siswa membangun pengetahuan dasar yang akan mereka gunakan dalam proyek akhir mereka.

Contoh 2: Pembelajaran Bahasa Inggris dengan UbD

         Understanding by Design (UbD) dalam pembelajaran Bahasa Inggris berfokus pada pencapaian pemahaman mendalam tentang konsep-konsep bahasa. Salah satu contohnya adalah pengajaran present perfect tense. Dalam kerangka UbD, guru pertama-tama menetapkan tujuan agar siswa mampu memahami dan menggunakan present perfect tense dengan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Misalnya, siswa diharapkan dapat menulis esai tentang pengalaman pribadi mereka atau melakukan percakapan menggunakan tense tersebut. 
         Setelah menetapkan tujuan, guru merancang penilaian yang mencerminkan pemahaman siswa. Penilaian ini dapat berupa proyek menulis atau presentasi lisan di mana siswa harus menggunakan present perfect tense untuk menceritakan pengalaman mereka. Sebagai bagian dari penilaian otentik, siswa juga dihadapkan pada teks nyata, seperti artikel atau cerita pendek, untuk mengidentifikasi penggunaan tense dan menjelaskan makna di baliknya. 
          Untuk mencapai hasil pembelajaran ini, guru merancang kegiatan yang beragam, seperti diskusi kelompok, latihan percakapan, dan proyek menulis. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya belajar aturan tata bahasa tetapi juga bagaimana menggunakan present perfect tense secara kontekstual dalam komunikasi sehari-hari. Dengan demikian, UbD memungkinkan pembelajaran yang lebih bermakna dan relevan, sejalan dengan prinsip fleksibilitas Kurikulum Merdeka.

Penerapan UbD pada Kurikulum Merdeka

          Kurikulum Merdeka yang diterapkan di Indonesia mengutamakan fleksibilitas dalam pembelajaran, sehingga pendekatan UbD sangat cocok untuk mendukung keberhasilannya. Kurikulum Merdeka memungkinkan guru untuk lebih bebas dalam menentukan materi pembelajaran dan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Dengan adanya kebebasan ini, penerapan UbD menjadi lebih relevan karena guru dapat merancang pembelajaran berdasarkan kebutuhan spesifik siswa dan tujuan yang ingin dicapai.

UbD dan Project-Based Learning dalam Kurikulum Merdeka

          Salah satu pendekatan yang sangat sejalan dengan UbD adalah Project-Based Learning (PBL) yang juga menjadi salah satu metode dalam Kurikulum Merdeka. PBL menekankan pada pembelajaran melalui proyek, di mana siswa terlibat dalam kegiatan yang memerlukan pemikiran kritis, kolaborasi, dan kreativitas. Dalam PBL, UbD dapat menjadi kerangka kerja yang membantu guru merancang proyek-proyek yang tidak hanya menarik, tetapi juga memberikan dampak pembelajaran yang mendalam. 
          Misalnya, dalam pelajaran geografi, seorang guru dapat merancang proyek di mana siswa harus meneliti dampak perubahan iklim terhadap wilayah pesisir di Indonesia. Guru memulai dengan menentukan tujuan pembelajaran, seperti pemahaman siswa tentang konsep-konsep perubahan iklim dan dampaknya terhadap kehidupan manusia. Penilaian dapat berupa laporan penelitian atau presentasi tentang temuan mereka. Kegiatan pembelajaran yang mendukung dapat mencakup kunjungan ke lembaga lingkungan, wawancara dengan para ahli, serta diskusi kelompok tentang langkah-langkah mitigasi perubahan iklim. 
          Dengan menerapkan UbD, guru dapat memastikan bahwa proyek yang dirancang tidak hanya fokus pada kegiatan tetapi juga memiliki tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur. Siswa tidak hanya sekadar "melakukan proyek", tetapi mereka benar-benar belajar untuk memahami isu-isu yang mereka selidiki dan bagaimana menghubungkannya dengan kehidupan nyata.

Fleksibilitas dalam Penilaian

          Salah satu keunggulan penerapan UbD dalam Kurikulum Merdeka adalah fleksibilitas dalam penilaian. Penilaian tidak harus selalu berbentuk tes tertulis atau ujian standar, tetapi dapat berupa berbagai macam tugas yang menantang siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Dengan UbD, guru didorong untuk menggunakan berbagai bentuk penilaian yang dapat mengukur pemahaman mendalam siswa. 
          Misalnya, dalam pelajaran matematika, seorang guru mungkin menentukan bahwa tujuan pembelajaran adalah agar siswa memahami konsep perbandingan dan rasio. Alih-alih memberikan tes yang hanya menuntut siswa untuk menghitung perbandingan, guru dapat merancang tugas proyek di mana siswa harus menggunakan konsep rasio untuk merencanakan suatu acara atau proyek nyata, seperti menghitung anggaran untuk kegiatan amal.

Manfaat UbD bagi Guru dan Siswa

          UbD membawa berbagai manfaat bagi guru dan siswa. Bagi guru, UbD menawarkan kerangka kerja yang jelas untuk merancang pembelajaran yang efektif dan bermakna. Guru menjadi lebih terarah dalam menentukan tujuan pembelajaran, merancang penilaian, dan menciptakan pengalaman belajar yang relevan. Sementara itu, bagi siswa, UbD memungkinkan mereka untuk benar-benar memahami konsep-konsep penting dan bagaimana menerapkannya dalam situasi nyata. Siswa menjadi lebih terlibat dalam proses belajar karena mereka merasa bahwa apa yang mereka pelajari memiliki relevansi dan makna. 
          Selain itu, UbD juga mendukung diferensiasi dalam pembelajaran. Dalam sebuah kelas yang beragam, setiap siswa mungkin memiliki cara belajar yang berbeda. Dengan UbD, guru dapat merancang pembelajaran yang sesuai dengan berbagai kebutuhan siswa, memberikan mereka kesempatan untuk mencapai hasil yang sama melalui jalur yang berbeda. Hal ini sangat penting dalam Kurikulum Merdeka, di mana fleksibilitas dan personalisasi pembelajaran menjadi kunci keberhasilan.

Kesimpulan

          Understanding by Design adalah sebuah pendekatan yang sangat relevan dan bermanfaat dalam dunia pendidikan modern, termasuk dalam konteks Kurikulum Merdeka di Indonesia. Dengan fokus pada pemahaman mendalam dan hasil yang jelas, UbD membantu guru merancang pembelajaran yang lebih efektif dan bermakna bagi siswa. Penerapan UbD memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan kritis dan kreatif, serta memahami bagaimana pengetahuan yang mereka pelajari dapat diterapkan dalam dunia nyata. 
          Dalam Kurikulum Merdeka, UbD dapat berfungsi sebagai panduan bagi guru untuk menciptakan pengalaman belajar yang fleksibel, relevan, dan bermakna, sehingga siswa dapat berkembang menjadi individu yang berpikir kritis, kreatif, dan berdaya saing di masa depan. Dengan demikian, UbD tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mengajar, tetapi juga sebagai fondasi untuk membangun sistem pendidikan yang lebih baik dan berkelanjutan.

Posting Komentar untuk "Memahami Understanding by Design (UbD) Tighe & Wiggins dan Penerapannya dalam Kurikulum Merdeka"